Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

The Power of Silence : Dahsyatnya Kekuatan Diam!

The Power of Silence : Dahsyatnya Kekuatan Diam!
The Power of Silence : Dahsyatnya Kekuatan Diam!
THE POWER OF SILENCE : Buktikanlah Kekuatan Diam

The Power of Silence : Buktikan Kekuatan Diam!- Saudara pasti sudah familiar dengan tujuh pemuda yang setiap malam Jumat kisahnya dibaca dalam surat Al-Kahfi. Mereka hidup pada masa seorang penguasa yang zolim bernama Raja Diqyanus.

Apa yang mereka lakukan sebagai ikhtiar memperbaiki keadaan tersebut? Alih-alih terus mendatanginya dan menasihati layaknya Nabi Musa kepada Firaun, Allah justru memberi ilham kepada para pemuda itu untuk menuju ke gua dan tertidur di sana dalam sunyinya dinding gua yang terdiam.

Begitulah pesan tersirat yang seharusnya sampai kepada kita, sebagai pelajaran bahwa tidak semua hal harus kita hadapi dengan banyak bicara. Adakalanya diam adalah ikhtiar terbaik untuk memperbaiki keadaan.

Selama ini kita berhadapan dengan cobaan di rumah tangga, atau saat kita diuji dengan masalah yang berhubungan kepada orang lain. Biasanya terjadi antara suami dengan istrinya, anak dengan orangtuanya, dan mertua dengan menantunya, syeitan memang jeli melihat peluang untuk mengobarkan api permusuhan di antara mereka.

Saat hal yang tidak kita inginkan ini terjadi selalu saja kita berpikir bahwa orang itu harus diberi nasihat, kita sebagai pihak yang merasa benar selalu memandang perlu meluruskan dengan kata-kata, kalau perlu sedikit intonasi keras yang berujung amarah.

Lalu apa gunanya Al-Quran menyampaikan teladan Ashabul Kahfi kepada kita? Mari kita lebih jernih dalam memandang sebuah situasi.

Kalau pertikaian kerap datang silih berganti padahal kita sudah sering berteriak, berarti ada yang salah dengan teriakan kita. Cobalah diam. Akan lebih banyak hal yang bisa kita dengar dan lihat justru begitu kita diam. 

Orang lain bukan batu. Orang lain juga memiliki perasaan, hati, ego, akal. Orang secara alami akan bersifat membela diri ketika menerima nasihat dalam keadaan marah. Bukan karena ia tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, tetapi ia merasa disalahkan, dipojokkan, terdesak, maka saat itu benar atau salah baginya tidak berlaku lagi. 

Jadi ketika menghadapi perselisihan seperti ini, ingatlah kisah Ashabul Kahfi. Buktikanlah kekuatan diam. The Power of Silence. Fokuslah pada solusi. Lupakan mencari tahu siapa yang benar dan siapa yang salah. Yang menang adalah yang diam!

Tidak heran Rasulullah berpesan bahwa lisan yang tidak sanggup berkata baik maka diam lebih utama baginya. 

Tetapi tidak semua jenis diam memiliki keutamaan. Selama ini mungkin kita sudah diam, tetapi di lubuk hati masih menggerutu dan mengutuk keadaan yang tidak bersahabat. Diam yang seperti ini layaknya topeng, hanya sampai kulit luarnya saja.

Diam yang emas adalah diam yang disertai ketenangan karena prasangka baik kepada Allah. Diam yang tulus mengiringi doa kepada Allah, karena yakin bahwa Allah Maha Membolak-balikkan hati manusia. Perhatikanlah betapa indahnya para pemuda gagah Ashabul Kahfi yang memanjatkan doa dalam diam mereka,

إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

"Tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa, “Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu, dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” 

(Surat Al-Kahfi: 10)

Maka, pandai-pandailah kita menyikapi segala persoalan hidup. Kapan waktunya kita bicara, dan kapan menahan bicara justru menyimpan secercah harapan.

Salam Hijrah.

Waktunya bangun dan berubah dari tidur panjang kita!

Source : Ust Arafat